Sabtu, 04 September 2010

Pengantar Penerjemah: Kritik Kitab Suci

0

Kritik Kitab Suci

Sebelum menganalisa Taurat dan kitab-kitab Perjanjian Lama satu per satu, lebih dulu, Spinoza menyampaikan metode penafsiran kitab suci atau sebenarnya yang dia maksud adalah metode kritik historis kitab suci (Fasal satu). Dalam hal ini, dia berpegang pada prinsip Protestan, Sola Scriptura (Alkitab saja), tanpa mempertimbangkan institusi para pendeta atau warisan pemikiran Kristen sepanjang zaman. Oleh karena itu, dia memenuhi buku ini dengan banyak sekali dalil naqli dan tidak menyebutkan dalil-dalil lain, kecuali beberapa tradisi pemikiran Yahudi atau teori filsafat Ibnu Ezra, Ibnu Maimun dan Bakkar yang kadang-kadang dia nukil ketika membahas sejarah bangsa Ibrani.
Spinoza betul-betul menolak tafsiran yang berdasarkan hawa nafsu, takhayul atau ilusi. Semua itu adalah bidah yang diklaim sebagai firman Tuhan kemudian dipaksakan kepada orang lain. Sebagian tafsiran itu ada juga yang berlindung kepada kedaulatan tuhan agar tidak ada yang berani menyalahkannya. Ada juga mempercayai takhayul dan merendahkan akal. Dan terakhir ada juga yang berpegang pada rahasia, ambiguitas, takwil, mengartikan kata atau ungkapan dengan tidak semestinya dan menciptakan keyakinan-keyakinan irasional yang dihasilkan oleh emosi jiwa.
Untuk itu, Spinoza menawarkan metode lain untuk menafsirkan kitab suci, yaitu metode penafsiran alam/materi. Seperti diketahui, metode ini bergantung pada pengamatan, percobaan, pengumpulan data, membuat hipotesa dan menyimpulkan hasil. Dalam kasus kitab suci, metode ini berupa pencarian fakta-fakta historis yang meyakinkan dan berakhir dengan ditemukannya pikiran para penulis kitab. Dengan demikian, kita bisa menjamin akurasi hasil yang kita dapatkan.
Selanjutnya, penilitian historis ini terdiri dari tiga langkah, yaitu:

1. Mengetahui ciri-ciri bahasa yang dipakai untuk menulis kitab suci dan dipakai oleh penulisnya.7 Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk mengetahui arti teks sesuai dengan pemakaian yang berlaku. Karena bahasa Ibrani adalah bahasa percakapan dan tulisan maka untuk memahami Perjanjian Lama dan Baru bahasa itu harus diketahui.
Tetapi langkah ini sulit dilakukan, sebagaimana juga memerlukan syarat yang sulit dipenuhi. Kita tidak memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai bahasa Ibrani. Para pendahulu tidak meninggalkan kepada kita sesuatu yang berarti. Tidak ada kamus atau buku-buku yang darinya kita bisa mengetahui dasar-dasar bahasa Ibrani, gramatika atau retorikanya. Nama-nama tumbuhan banyak yang hilang, demikian juga dengan nama-nama hewan, burung dan ikan. Dalam Taurat juga terdapat banyak kata kerja yang sebetulnya sangat terkenal tetapi artinya tidak diketahui atau diragukan. Dengan demikian kita tidak bisa mengetahui arti lafal menurut pemakaian yang berlaku. Selain itu, tabiat bahasa ini sendiri juga membuatnya tidak jelas. Adapun sebab­sebabnya adalah:
  1. Sering disalingtukarnya huruf-huruf yang mempunyai makhraj (artikulasi) sama, misalnya huruf ahlef dalam kata “ (a-I)" yang berarti "ke" diganti dengan huruf 'ayen yang mempunyai makhraj sama, hingga mengubah kata itu menjadi “ (`a-­I)" yang berarti di atas.
  2. Tidak adanya unsur masa (sekarang, lalu tidak sempurna, lalu sempurna dan mendatang sudah lewat) dalam bentuk berita, tidak adanya semua unsur masa kecuali sekaranq dalam bentuk perintah atau infinitif dan tidak adanya semua unsur masa dalam bentuk diksi.
  3. Tidak memiliki huruf vokal
  4. Tidak memiliki titik, harakat (sandangan; diakritik) dan tanda baca. Sedang yang ada sekarang ini dibuat pada masa yang jauh kemudian hingga membuat kita meragukan bacaan yang ada saat ini.
Terakhir, masih ada kesulitan bahasa yang lebih penting lagi, yaitu kita tidak memiliki beberapa kitab dalam bahasa aslinya, terutama Perjanjian Baru. Injil Matius dan Surat Paulus kepada Orang Ibrani mula-mula ditulis dalam bahasa Ibrani, tetapi naskah aslinya telah hilang. Selain itu, kita juga tidak tahu dalam bahasa apa, Kitab Ayub pertama kali ditulis. Seperti diceritakan oleh Ibnu Ezra, kitab itu diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dari bahasa lain.

2. Pengelompokan ayat-ayat kitab suci secara tematis u,ntuk memudahkan penggunaan ayat-ayat yang bertema sama. Selain secara tematis, ayat-ayat itu juga harus diklasifikasikan menurut derajat kejelasan dan ketakjelasannnya (muhkam dan mutasyabih atau mujmal dan mubayyan). Ayat-ayat yang jelas dijadikan satu kelompok demikian juga dengan ayat-ayat yang tidak jelas. Yang dimaksud jelas di sini adalah jelas menurut konteks kalimat bukan menurut logika. Dengan demikian harus dihindari pencampuradukan antara makna ayat dengan fakta yang sesungguhnya. Tugas kita di sini hanya memahami teks berdasarkan bahasa atau penyimpulan-pnyimpulan berdasarkan Alkitab. Misalnya, Allah adalah api adalah ayat yang jelas jika dipahami berdasarkan konteks kalimat, meskipun menurut logika sangat janggal. Maka menurut prinsip ini, ayat-ayat semacam ini harus diletakkan dalam kelompok ayat yang jelas (muhkam). Contoh lain, ayat menyatakan dengan jelas bahwa matahari berputar mengelilingi bumi juga tidak boleh ditafsirkan secara paksa, artinya disembunyikan atau diganti dengan arti lain. Dalam hal ini, Yosua bin Nun yang mengeluarkan pernyataan ini belum mengetahui ilmu falak.8

3. Mengetahui situasi penyerta penulisan riwayat dalam kitab. Yakni: mengetahui kehidupan, kebiasaan dan karakter penulis, tujuan, momen, waktu dan bahasa penulisan, kemudian nasib kitab itu selanjutnya, juga mengetahui proses pengumpulan, trasmisi dan penyalinan, dan terakhir mengetahui perbedaan antarnaskah dan proses pemasukannya ke dalam kitab kanonik.9 Ini semua dimaksudkan untuk memungkinkan pembedaan antara ayat-ayat hukum dengan etika, menghindari dicampuradukkannya ajaran-ajaran temporal dengan firman tuhan yang abadi, dan akhirnya bisa diketahui nilai kitab suci dan kemungkinannya untuk bisa dipercaya karena barangkali saja ada tangan-tangan jahil yang mengubahnya secara sengaja atau tangan-tangan saleh yang membenarkan kesalahan dengan niat baik.

Tetapi, langkah ini menghadapi banyak kendala. Kita tidak mengetahui situasi khusus yang menyertai semua kitab suci. Selain itu, juga tidak mengenal para penyusun atau penulisnya, tidak mengetahui dalam kesempatan apa dan kapan ditulis, tidak mengetahui siapa penuturnya, tangan­tangan siapa saja yang pernah memegangnya, jumlah naskah, perbedaan-perbedaan yang ada antara naskah itu dan sumber-sumbernya, terutama jika suatu teks menuturkan masalah-masalah tak jelas dan tak bisa dipahami atau dipercaya tanpa mengetahui tujuan penulisnya. Sebaliknya, jika semua ini bisa kita ketahui, kita bisa terbebas dari penilaian-penilaian terdahulu kemudian memahami suatu teks sesuai dengan maksud penulis dan tidak tergesa-gesa menilainya sebagai mitologis, politis atau agamais.
Sampai di sini timbul pertanyaan, mampukah metode Spinoza ini untuk menjelaskan seluruh kandungan kitab Perjanjian Lama? Jawabannya adalah tidak. Banyak masalah dalam Perjanjian Lama yang tidak bisa dijelaskan dengan metode ini. Namun menurut Spinoza, yang tidak bisa dijelaskan itu tidak terlalu penting. Bagian-bagian yang bisa dijelaskan, khususnya masalah ajaran etika sudah cukup untuk dijadikan tuntunan.
Selesai membahas metode penafsiran ini, Spinoza mulai beranjak ke analisa kritisnya terhadap Taurat dan kitab-kitab lain dari Perjanjian Lama. Pertama-tama, dia mengkaji dengan sangat teliti situasi umum dan khusus yang menyertai proses penyimpanan, penuturan dan transmisi kitab-kitab. Adapun pertanyaan-pertanyaan terpenting yang dia ajukan dalam hal ini bisa dihimpun dalam poin-poin berikut:
Apakah penyandangan Taurat (Pentateukh; lima kitab) kepada Musa itu benar? Atau dengan kata lain: apakah Musa benar-benar menulis lima kitab yang disandangkan kepada dirinya itu? Autentikkah kandungan Perjanjian Lama? Ditulis oleh satu atau banyak orangkah kitab-kitab itu? Apa sajakah dasar-dasar untuk memahami kitab suci? Apa pula kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pengkaji nya?
Tentang kritiknya terhadap Taurat (Pentateukh) bisa dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, penjelasan teka-teki imam Ibnu Ezra dan kedua, catatan-catatan pribadinya.
Pertama: Penjelasan teka-teki Ibnu Ezra
Dalam tafsirannya atas kitab Ulangan, terdapat beberapa kata yang sengaja dia sebutkan dengan sangat samar, sehingga lebih mendekati teka-teki atau kata sandi daripada gaya kajian ilmiah.
Oleh Spinoza, kata-kata itu disebutkan kembali dalam buku ini, dengan mengatakan:
"Inilah kata-kata Ibnu Ezra, "Di seberang sungai. Yordan.., kalau saja kamu mengetahui rahasia dua belas...Hukum Taurat dituliskan oien Musa....waktu iru orang Kanaan diam di neqeri itu... Di atas gunung TUHAN, akan disediakan... ranjangnya adalah ranjang dari besi, saat itu kamu akan mengetahui kebenaran. "
Kemudian komentarnya:
"Dengan kata-kata yang sedikit ini dia menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa Musa bukanlah penulis kitab yang lima, sebaliknya penulisnya adalah orang lain yang hidup jauh setelahnya, sedangkan Nabi Musa sendiri telah menulis kitab lain yang betul-betul berbeda."
Inilah tiga kesimpulan yang dia ambil dari perkataan Ibnu Ezra yang telah lalu. Kesimpulan ini telah merangkum pendapat Ibnu Ezra tentang kitab-kitab ini sekaligus merangkum pendapatnya sendiri tentang kitab-kitab itu juga. Selengkapnya, tiga kesimpulan itu adalah:
  1. Musa tidak pernah menulis kitab-kitab yang oleh orang Yahudi dan Nasrani disandangkan kepada dirinya.
  2. Penulis asli kitab-kitab ini adalah seseorang yang hidup jauh setelah Musa.
  3. Musa menulis kitab lain yang berbeda dengan lima kitab yang sekarang beredar ini.
Adapun penjelasan Spinoza terhadap teka-teki itu adalah:
  1. Musa tidak pernah menulis mukadimah kitab U langan karena tidak pernah menyeberangi sungai Yordan.
  2. Kitab Musa tertulis pada dinding mezbah yang tersusun dari dua belas buah batu saja. Yakni kitab itu jauh lebih kecil daripada yang ada pada kita saat ini.
  3. Dalam kitab Ulangan disebutkan, "hukum Taurat dituliskan oleh Musa" yang tidak mungkin ditulis oleh Musa.
  4. Dalam kitab Kejadian, si penulis memberikan komentar dengan mengatakan, "waktu itu oranq Kanaan diam di negeri itu... ". Komentar ini menunjukkan bahwa kondisi pada waktu kitab itu ditulis sudah berubah. Yakni setelah Musa meninggal dan orang Kanaan diusir. Dengan demikian penulis kitab itu bukan Musa.
  5. Dalam kitab Kejadian gunung Moria dinamakan gunung Tuhan, padahal nama ini baru digunakan setelah pendirian kuil.
  6. Dalam kitab Ulangan terdapat kisah Og, raja Basan dengan gaya penuturan peristiwa yang terjadi pada masa yang sangat lampau.
Kedua: catatan-catatan pribadi Spinoza:
  1. Kitab-kitab itu ditulis dengan menggunakan kata ganti orang ketiga
  2. Terdapat kisah kematian dan pemakaman Musa, berkabung selama tiga puluh hari dan membandingkannya dengan nabi-nabi yang datang setelahnya.
  3. Penamaan beberapa tempat dengan nama-nama yang berbeda dengan nama-nama yang digunakan pada masa M usa.
  4. Peristiwa yang terjadi kisah itu terus berlanjut hingga zaman setelah Musa.
Selain itu, Musa juga pernah membacakan Kitab Perjanjian di depan rakyat. Kitab ini telah diwahyukan oleh Allah dalam pertemuan yang sangat singkat. Suatu hal yang menunjukkan bahwa kitab yang ditulis Musa jauh lebih kecil daripada kitab yang ada pada kita saat ini. Kitab pertama ini kemudian dia terangkan. Selanjutnya, keterangan ini pun dia catat dalam Taurat Allah. Di kemudian hari, Yosua menambahkan penjelasan lain dan mencatatnya di dalam Taurat Allah ini juga.
Yosua juga tidak pernah menulis kitab yang memakai namanya. Sebaliknya, kitab ini ditulis oleh orang lain yang ingin menulis riwayat hidupnya dan ingin memperlihatkan kelebihan dan kemasyhurannya. Peristiwa yang dituturkan di dalamnya pun berlanjut hingga berabad-abad setelah kematiannya. Sebagian dari kitab ini juga ada yang tersebut dalam kitab Hakim-Hakim. Suatu hal yang menunjukkan bahwa dulu ada riwayat-riwayat yang yang dihimpun dalam Perjanjian Lama sebagai sejarah atau dokumen nasional Bani Israel.
Selanjutnya tidak akan ada orang normal yang mengatakan bahwa para hakim sendirilah yang menulis kitab mereka. Mukadimah fasal dua puluh satu menunjukkan bahwa kitab ini ditulis oleh satu orang saja. Penulis ini menyatakan bahwa pada masanya tidak ada raja
Bani Israel. Hal ini berarti kitab ini ditulis sebelum masa raja-raja.
Samuel juga tidak pernah menulis kitabnya. Peristiwa yang dituturkan di dalamnya terus berlanjut hingga berabad-abad setelah kematianya.
Raja-raja juga tidak menulis sendiri kitab mereka. Sebaliknya, berdasarkan kesaksian kitab itu sendiri, telah dinukil dari Kitab Kebijaksanaan Salomo, Sejarah Raja­raja Yehuda dan Sejarah Raja-raja Israel.
Setelah membuktikan bahwa semua kitab ini tidak ditulis oleh orang-orang yang selama ini diyakini sebagai penulisnya, Spinoza membuktikan bahwa kitab-kitab itu ditulis oleh satu orang saja. Orang ini ingin menceritakan sejarah bangsa Ibrani sejak mula pertama hingga penghancuran kota Yerusalem untuk yang pertama kalinya. Hal ini terlihat jelas dari keberangkaian penuturan, pertalian satu sama lain dan adanya tujuan tertentu. Spinoza menyangka bahwa satu orang yang menulis itu adalah Ezra karena semua peristiwa yang dituturkan di dalam kitab-kitab itu berakhir sebelumnya. Sementara itu, menurut kesaksian Alkitab, Ezra telah memeras semua tenaganya untuk mengkaji Taurat dan menyiarkannya. Sedang dalam kitab yang memakai namanya, Ezra juga memberikan kesaksian bahwa dia telah mengabdikan dirl untuk memurnikan Taurat dan menyampaikannya.
Tetapi, apakah Ezra ini adalah orang yang membuat rumusan terakhir dari kitab-kitab itu? Bukan. Yang membuat rumusan terakhir itu bukanlah Ezra. Pekerjaannya hanya sebatas pengumpulan riwayat dari buku-buku lain, penulisan dan transmisi tanpa diurutkan atau diperiksa kembali.
Selanjutnya, jika kita memeriksa satu per satu kitab­kitab Perjanjian Lama yang lain, kita akan mendapatkan bahwa kitab Tawarikh ditulis lama setelah Ezra meninggal, bahkan bisa jadi setelah renovasi kuil. Kita tidak tahu penulisnya, otoritasnya, manfaatnya dan kandungannya. Bahkan kita heran, mengapa kitab seperti ini dimasukkan ke dalam kitab suci, sementara kitab Kebijaksanaan Salomo, kitab Tobit dan beberapa kitab lain tidak dimasukkan.
Kitab Mazmur disusun dan dibagi menjadi lima setelah pembangunan kuil (kuil Salomo).
Amsal juga dibukukan dalam waktu yang sama. Oleh sebagian robi, kitab ini ingin dikeluarkan dari daftar kitab suci bersama dengan kitab Pengkhotbah. Sebagai gantinya akan dimasukkan kitab-kitab lain yang sama sekali tidak kita kenal.
Adapun kitab nabi-nabi telah dinukil dari buku lain. Menggunakan urutan waktu yang berbeda dengan urutan waktu kemunculan mereka atau urutan keluarnya sabda dan tulisan-tulisan mereka. Di samping itu juga tidak memuat seluruh nabi dan tidak memuat semua nubuat nabi yang disebutkan itu.
Nubuat Yesaya terus berlanjut hingga kitab Yeyasa selesai. Jadi kitab ini kurang.
Kitab Yeremia adalah kumpulan tulisan yang diambil dari berbagai sumber. Maka dari itu tampak semrawut dan tidak memperhatikan urutan waktu. Beberapa fasal bahkan ada yang diambil dari kitab Barukh. Hal ini berarti tidal< adanya pemisah yang tegas antara kitab-kitab para nabi. Juga menunjukkan adanya beberapa sumber lain yang diletakkan di kitab ini atau itu. Selanjutnya juga diketahui mengapa ada pengulangan pembahasan dalam berbagai kitab.
Adapun Kitab Barukh konan Yeremia sendiri yang mendiktekan kepadanya. Kitab ini juga hanya menyebutkan sebagian nubuat Barukh saja.
Fasal-fasal terakhir dari kitab Yehezkial menunjukkan bahwa kitab ini sekadar cuplikan-cuplikan sebagaimana terlihat dari banyak kata penghubung pada bagian-bagian yang kurang. Bahkan pembukaan kitab ini menunjukkan lanjutan nubuat dan bukan permulaannya. Dalam sejarahnya, Yusuf juga pernah menyebutkan beberapa kejadian tentang Yehezkial yang tidak disebutkan sama sekali dalam kitab ini. Kemudian karena pertentangannya dengan Pentateukh, sebagian robi cenderung menolaknya dan mengeluarkannya dari kitab kanonik.
Kitab Hosea ditulis lama setelah kematian Hosea sendiri. Selain itu juga hanya menyebutkan sebagian kecil dari nubuatnya. Padahal nabi ini hidup selama delapan puluh empat tahun.
Sedang kitab Yunan (Yunus) hanya menyebutkan nubuatnya untuk orang Niniveh saja. Padahal dia juga bernubuat untuk orang Israel.
Kitab Ayub ada yang menyangka banwa Musa sendirilah yang menulisnya dan semua kisah yang ada di dalamnya sekadar permisalan. Yang berpendapat seperti ini adalah Musa bin Maimun dan beberapa orang robi. Tetapi ada juga yang berbendapat bahwa kisah Ayub ini adalah kisah nyata. Terlepas dari itu semua, Ibnu Ezra berpendapat bahwa kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa lbrani dari bahasa lain. Namun demikian, dia tidak menjelaskan lebih jauh lagi tentang masalah ini.
Nabi Daniel menulis kitabnya mulai fasal delapan. Sedang tujuh fasal pertama tidak diketahui siapa penulisnya. Ada kemungkinan ditulis dalam bahasa Kaldea. Di sini, Spinoza menyatakan bahwa ditulisnya tujuh fasal ini dalam bahasa selain Ibrani tidak mengurangi derajat kesuciannya.
Kitab Ezra disebutkan langsung setelah kitab Daniel sebagai episode lanjutannya. Menceritakan sejarah orang Ibrani sejak masa tawanan pertama. Ada indikasi bahwa kitab ini ditulis oleh orang yang sama dengan peulis kitab Daniel.
Kitab Ester bertalian dengan kitab Ezra. Cara mempertalikan antarkeduanya menunjukkan hal itu. Kitab ini juga bukan kitab yang ditulis oleh Mordekhai. Menurut Ibnu Ezra kitab yang terakhir ini telah hilang. Sebaliknya kitab ini ditulis oleh penulis yang sama dengan kitab Daniel, Ezra dan Nehemia yang dinamakan juga dengan kitab Ezra II. Jadi empat kitab ini ditulis oleh satu orang saja. Penulis ini mengambil data-datanya dari catatan para robi, hakim dan wali-wali negeri yang menyimpan riwayat hidup mereka seperti yang dilakukan oleh para raja. Catatan-catatan ini tersebut dalam dalam kitab Raja-Raja juga dalam kitab Nehemia dan kitab I Makabe. Besar kemungkinan, kitab ini adalah karangan kelompok Saduki. Dan inilah sebabnya kenapa orang Farisi menolaknya. Terlepas dari itu semua, kitab ini berisi mitologi-mitologi, yang dikarang secara sengaja. Bisa jadi tujuan kitab-kitab ini adalah untuk membuktikan terwujudnya nubuat Daniel. Tetapi, kitab-kitab ini penuh dengan kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh tergesa-gesanya juru tulis. Pada catatan-catatan pinggirnya terdapat banyak dari kesalahan kesalahan ini. Naskah-naskah ini juga diambil dari sumber sumber yang salah atau tidak bisa dipercaya, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Salomo. Dengan demikian semua usaha untuk memadukan antar kitab-kitab itu akan menunjukkan lebih banyak kesalahan lagi.
Terakhir, pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Lama tidak dilakukan sebelum masa orang Makabe. Kitab-kitab itu diseleksi dalam kuil kedua. Imam-imam kuil ini juga menyusun bacaan-bacaan dalam salat. Orang Farisi sendiri pernah menyinggung perkumpulan mereka untuk membahas keputusan pengkanonan sesuai dengan doktrin mereka.

Tuban, 20 September

Salim Rusydi Cahyono
  



Catatan :
 
7).  Syarat ini mirip dengan keharusan mengetahui dasar-dasar bahasa Arab sebagai syarat pertama unluk menafsirkan teks Alquran yang disyaratkan oleh ahli Usul Fikih.

8). Para ulama Usul Fikih telah meletakkan beberapa dasar kebaha.saan untuk mengonlrol arti lafal. Untuk itu, mereka membagi lafal dilihat dari artinya ke dalam muhkam dan mutasyabih, hakikat (arti sebenarnya) dan majaz (ldasan), mujmal dan mubayyan serta zhahir dan mu-awwal.
9). Resmi, yaitu kitab-kitab yang diakui oleh gereja pada abad ke-4 Masehi. Kitab-kitab selain itu ditolak dan dinamakan Apokripa (tersembunyi; palsu).


Jumat, 03 September 2010

Pengantar Penerjemah: Taurat Dan Kitab-Kitab Perjanjian Lama Yang Lain

0

Taurat Dan Kitab-Kitab Perjanjian Lama Yang Lain.

Kata Taurat berasal dari verba Yurih yang berarti mengajar atau mengarahkan. Pada mulanya tidak mempunyai arti tertentu hingga digunakan untuk menyatakan pesan, hukum, ilmu, perintah atau ajaran. Dengan demikian, umat Yahudi menggunakannya untuk menyatakan Yudaisme secara keseluruhan. Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini dipakai untuk menyatakan Pentateukh atau kitab Musa yang lima, yaitu: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Hal ini untuk membedakannya dengan kitab-kitab nabi-nabi, kitab-kitab kebijaksanaan dan kidung. Maksud dari kata Taurat itu kemudian lebih meluas lagi hingga mencakup seluruh Perjanjian Lama untuk membedakannya dengan tafsiran para robi. Selain itu, kata Taurat juga dipakai untuk menyatakan maksud hukum atau syariat. Suatu pemakaian yang sepertinya timbul karena pengaruh naskah Septuaginta5 yang menerjemahkan kata Taurat dengan kata Yunani Nomos yang berarti hukum atau undang-undang. Dan sepertinya penggunaan ini juga sangat populer dalam terjemahan-terjemahan Alkitab yang beredar hingga saat ini. Sedang yang dimaksud dalam buku ini adalah Pentateukh atau kitab Musa yang lima.
Perjanjian Lama adalah nama yang digunakan untuk menyatakan sejumlah kitab umat Yahudi yang disucikan oleh umat Kristen. Termasuk di dalamnya Taurat Musa yang baru saja kita bicarakan. Nama ini digunakan untuk pertama kali pada awal abad kelima belas Masehi. Pada waktu itu, umat Kristen telah mengukuhkan dua puluh tujuh kitab suci yang kemudian mereka sebut dengan Perjanjian Baru. Jadi penamaan Perjanjian Lama tadi adalah untuk membedakan dua kumpulan kitab suci ini. Yang pertama adalah perjanjian lama yang kembali ke zaman Musa sedang yang kedua adalah perjanjian baru yang dimulai setelah munculnya Almasih.
Selanjutnya, terdapat perbedaan dalam Perjanjian Lama. Orang Protestan dan orang Yahudi non-Sumerian mengakui Alkitab Perjanjian Lama sebanyak 39 kitab; sementara Perjanjian Lama orang Katolik, berjumlah 46 kitab. Secara sederhana, kita dapat mengatakan demikian: ada tujuh kitab dan tambahan dua kitab dari Perjanjian Lama yang terdapat dalam Kitab Suci Katolik, tetapi tidak ada dalam Kitab Suci Protestan. Ketujuh kitab tersebut, yaitu Tobit, Yudit, I Makabe, II Makabe, Yesus Sirakh, Kebijaksanaan Salomo dan Barukh. Sedang tambahan dari kitab itu adalah beberapa bagian dari kitab Daniel dan Ester. Orang Katolik menyebutnya kitab-kitab Deuterokanonika, sedang orang Protestan menyebutnya Apokrip.
Persoalannya cukup rumit. Namun secara garis besar dapat dikatakan demikian: kitab-kitab tersebut tersimpan dalam bahasa Yunani, bukan dalam bahasa Ibrani atau Arami. Kitab-kitab itu dikenal orang Kristen melalui Septuaginta, yaitu Kitab Suci Perjanjian Lama dalam bahasaYunani, yang diterjemahkan oleh orang Yahudi sebelum Kristus dan menjadi Kitab Suci yang diterima secara umum oleh Gereja Perdana.
Dalam usaha menerjemahkan Kitab Suci dari bahasa­bahasa asli, para pendukung Reformasi sangat curiga terhadap kitab-kitab yang tidak tersedia dalam bahasa Ibrani dan Arami tersebut. Kebanyakan dari mereka menolak kitab-kitab itu. Persoalannya tambah rumit, karena para teolog Katolik justru menggunakan kitab-kitab itu sebagai acuan doktrin-doktrin yang ditolak oleh para pendukung Reformasi.
Adapun kitab-kitab Perjanjian Lama yang disepakati tiga semua kelompok itu adalah:
Bagian pertama: Taurat, Pentateukh atau kitab Musa yang lima, yaitu: Kejadian, Keluaran, Ulangan, Hakim-Hakim (dinamakan juga dengan orang-orang Lewi) dan Bilangan.
Kitab-kitab ini diyakini telah ditulis sendiri oleh Musa.
Kitab Keluaran menceritakan sejarah dunia sejak penciptaan langit dan bumi hingga menetapnya Yakub atau Israel di tanah Mesir. Di dalamnya, cerita tentang Adam dan Hawa, Nuh, topan dan anak turun Sam, salah satu putra Nuh yang menurunkan bangsa Israel, terutama Ibrahim, Ishak, Yakub dan anak-anaknya diceritakan secara terperinci. Sedang cerita-cerita lain dituturkan secara global saja.
Kitab Keluaran menuturkan sejarah Bani Israel di Mesir, kisah Musa, misinya, keluarnya dari Mesir bersama Bani Israel dan sejarah mereka pada masa tih di padanga gurun Sinai yang memakan waktu empat puluh tahun. Selain itu, kitab Keluaran juga membahas beberapa hukum agama Yahudi tentang ibadah, muamalah dan hukuman.
Adapun kitab Ulangan sebagian besarnya membahas syariat Yahudi yang berkaitan dengan peperangan, politik, ekonomi, muamalah, hukuman dan ibadah. Dinamakan Ulangan karena menyebut kembali ajaran-ajaran yang diterima oleh Musa dari Tuhannya dan diperintahkan agar disampaikan kepada Bani Israel.
Kitab Hakim-Hakim sebagian besarnya membahas masalah-masalah ibadah, terutama yang berkaitan dengan korban, makanan-makanan yang diharamkan dari jenis daging hewan dan burung. Orang-orang Lewi adalah anak turun Lewi, salah seorang anak Yakub. Di antara mereka adalah Musa dan Harun. Mereka ini adalah pengurus rumah suci dan penanggung jawab atas urusan mezbah, korban dan undang-undang umat Yahudi. Kitab ini disandangkan kepada mereka karena sebagian besarnya membahas ibadah-ibadah dan muamalah-muamalah yang mereka urusi.
Kitab Bilangan sebagian besarnya, membahas sensus kabilah-kabilah Bani Israel, tentara dan harta mereka serta urusan dan hukum peribadatan dan muamalah mereka yang bisa disensus.
Bagian kedua: dinamakan dengan kitab-kitab sejarah. Jumlahnya dua belas buah. Membahas sejarah Bani Israel sejak pendudukan mereka atas negeri Kanaan dan mapan di Palestina, menceritakan sejarah hakim, raja dan peristiwa­peristiwa penting mereka. Yang termasuk dalam bagian ini adalah: Yosua, Hakim-Hakim, Rut, Samuel I dan II, Raja­Raja I dan II, Tawarikh I dan II, Ezra, Nehemia dan Ester.
Bagian ketiga: dinamakan dengan kitab-kitab nyanyian atau syair. Sebagian besarnya berupa nyanyian dan nasihat­nasihat agama. Disusun dalam bentuk syair dengan struktur yang indah. Jumlah ada lima, yaitu: Ayub, Mazmur Daud, Amsal Salomo, Pengkhotbah dan Kidung Agung.
Bagian keempat: dinamakan dengan kitab nabi-nabi. Jumlahnya ada tujuh belas. Yaitu: Yesaya, Yeremia, Ratapan Yeremia, Yehezkial, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus atau Yunan, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia dan Maleakhi.
Semua nabi ini diutus kepada Bani Israel kecuali nabi Yunus yang terlihat dari keterangan yang ada dalam kitabnya diutus kepada penduduk Niniveh.
Sedang tujuh kitab yang disucikan oleh umat Katolik dan tidak disucikan oleh umat Yahudi dan Protestan adalah:
Tobit: menuturkan kehidupan seorang Yahudi bernama Tobit dan anaknya. Mereka berdua jatuh dalam tawanan pada abad ketujuh sebelum Masehi.
Yudit: Yudit adalah janda Yahudi kaya dan saleh. Kitab ini menuturkan kemenangan Yahudi atas panglima Asyuria berkat bantuannya.
Kebijaksanaan Salomo: berisi amsal-amsal bijak dan nasihat-nasihat Salomo. Ditulis untuk membendung arus paganisme.
Sirakh: kumpulan amsal-amsal bijak yang mirip dengan Amsal Salomo.
Barukh: Barukh adalah murid Yeremia. Yeremia mendiktekan kepadanya nubuat-nubuatnya. Kitab ini berisi doa-doa agama Yahudi. Disusun dengan struktur yang sangat indah. Muncul pertama kali pada sekitar abad keenam sebelum Masehi.
Makabe I dan II: Makabe adalah penguasa nasionalis Palestina pada masa Romawi pada abad kedua sebelum Masehi. Nama mereka ini diambil dari semboyan yang selalu mereka bawa pada saat perang, yaitu: "Me Kamukho Bijuyyim Yehova" yang artinya: "Siapa yang menyerupai Kamu di antara bangsa-bangsa wahai Tuhanku?" Dari ungkapan ini diambil huruf-huruf pertama dari setiap kata, hingga didapatkan kata: "M-Ka-B-Y" yang kemudian digabungkan menjadi "Makabe':
Selain itu masih ada perselisihan lagi di kalangan umat Yahudi sendiri. Seperti umat Yahudi Sumerian yang mempunyai Taurat khusus. Menolak Taurat dan kitab-kitab lain yang ada dalam Perjanjian Lama sekarang. Beberapa bagian dari Taurat ini berbeda dengan Taurat versi Masorti6 dan Septuaginta.

Kritik Kitab Suci

Sebelum menganalisa Taurat dan kitab-kitab Perjanjian Lama satu per satu, lebih dulu, Spinoza menyampaikan metode penafsiran kitab suci atau sebenarnya yang dia maksud adalah metode kritik historis kitab suci (Fasal satu). Dalam hal ini, dia berpegang pada prinsip Protestan, Sola Scriptura (Alkitab saja), tanpa mempertimbangkan institusi para pendeta atau warisan pemikiran Kristen sepanjang zaman. Oleh karena itu, dia memenuhi buku ini dengan banyak sekali dalil naqli dan tidak menyebutkan dalil-dalil lain, kecuali beberapa tradisi pemikiran Yahudi atau teori filsafat Ibnu Ezra, Ibnu Maimun dan Bakkar yang kadang-kadang dia nukil ketika membahas sejarah bangsa Ibrani.
Spinoza betul-betul menolak tafsiran yang berdasarkan hawa nafsu, takhayul atau ilusi. Semua itu adalah bidah yang diklaim sebagai firman Tuhan kemudian dipaksakan kepada orang lain. Sebagian tafsiran itu ada juga yang berlindung kepada kedaulatan tuhan agar tidak ada yang berani menyalahkannya. Ada juga mempercayai takhayul dan merendahkan akal. Dan terakhir ada juga yang berpegang pada rahasia, ambiguitas, takwil, mengartikan kata atau ungkapan dengan tidak semestinya dan menciptakan keyakinan-keyakinan irasional yang dihasilkan oleh emosi jiwa.
Untuk itu, Spinoza menawarkan metode lain untuk menafsirkan kitab suci, yaitu metode penafsiran alam/materi. Seperti diketahui, metode ini bergantung pada pengamatan, percobaan, pengumpulan data, membuat hipotesa dan menyimpulkan hasil. Dalam kasus kitab suci, metode ini berupa pencarian fakta-fakta historis yang meyakinkan dan berakhir dengan ditemukannya pikiran para penulis kitab. Dengan demikian, kita bisa menjamin akurasi hasil yang kita dapatkan.
Selanjutnya, penilitian historis ini terdiri dari tiga langkah, yaitu:

1. Mengetahui ciri-ciri bahasa yang dipakai untuk menulis kitab suci dan dipakai oleh penulisnya.7 Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk mengetahui arti teks sesuai dengan pemakaian yang berlaku. Karena bahasa Ibrani adalah bahasa percakapan dan tulisan maka untuk memahami Perjanjian Lama dan Baru bahasa itu harus diketahui.
Tetapi langkah ini sulit dilakukan, sebagaimana juga memerlukan syarat yang sulit dipenuhi. Kita tidak memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai bahasa Ibrani. Para pendahulu tidak meninggalkan kepada kita sesuatu yang berarti. Tidak ada kamus atau buku-buku yang darinya kita bisa mengetahui dasar-dasar bahasa Ibrani, gramatika atau retorikanya. Nama-nama tumbuhan banyak yang hilang, demikian juga dengan nama-nama hewan, burung dan ikan. Dalam Taurat juga terdapat banyak kata kerja yang sebetulnya sangat terkenal tetapi artinya tidak diketahui atau diragukan. Dengan demikian kita tidak bisa mengetahui arti lafal menurut pemakaian yang berlaku. Selain itu, tabiat bahasa ini sendiri juga membuatnya tidak jelas. Adapun sebab­sebabnya adalah:

  1. Sering disalingtukarnya huruf-huruf yang mempunyai makhraj (artikulasi) sama, misalnya huruf ahlef dalam kata “ (a-I)" yang berarti "ke" diganti dengan huruf 'ayen yang mempunyai makhraj sama, hingga mengubah kata itu menjadi “ (`a-­I)" yang berarti di atas.

  2. Tidak adanya unsur masa (sekarang, lalu tidak sempurna, lalu sempurna dan mendatang sudah lewat) dalam bentuk berita, tidak adanya semua unsur masa kecuali sekaranq dalam bentuk perintah atau infinitif dan tidak adanya semua unsur masa dalam bentuk diksi.

  3. Tidak memiliki huruf vokal

  4. Tidak memiliki titik, harakat (sandangan; diakritik) dan tanda baca. Sedang yang ada sekarang ini dibuat pada masa yang jauh kemudian hingga membuat kita meragukan bacaan yang ada saat ini.
Terakhir, masih ada kesulitan bahasa yang lebih penting lagi, yaitu kita tidak memiliki beberapa kitab dalam bahasa aslinya, terutama Perjanjian Baru. Injil Matius dan Surat Paulus kepada Orang Ibrani mula-mula ditulis dalam bahasa Ibrani, tetapi naskah aslinya telah hilang. Selain itu, kita juga tidak tahu dalam bahasa apa, Kitab Ayub pertama kali ditulis. Seperti diceritakan oleh Ibnu Ezra, kitab itu diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dari bahasa lain.

2. Pengelompokan ayat-ayat kitab suci secara tematis u,ntuk memudahkan penggunaan ayat-ayat yang bertema sama. Selain secara tematis, ayat-ayat itu juga harus diklasifikasikan menurut derajat kejelasan dan ketakjelasannnya (muhkam dan mutasyabih atau mujmal dan mubayyan). Ayat-ayat yang jelas dijadikan satu kelompok demikian juga dengan ayat-ayat yang tidak jelas. Yang dimaksud jelas di sini adalah jelas menurut konteks kalimat bukan menurut logika. Dengan demikian harus dihindari pencampuradukan antara makna ayat dengan fakta yang sesungguhnya. Tugas kita di sini hanya memahami teks berdasarkan bahasa atau penyimpulan-pnyimpulan berdasarkan Alkitab. Misalnya, Allah adalah api adalah ayat yang jelas jika dipahami berdasarkan konteks kalimat, meskipun menurut logika sangat janggal. Maka menurut prinsip ini, ayat-ayat semacam ini harus diletakkan dalam kelompok ayat yang jelas (muhkam). Contoh lain, ayat menyatakan dengan jelas bahwa matahari berputar mengelilingi bumi juga tidak boleh ditafsirkan secara paksa, artinya disembunyikan atau diganti dengan arti lain. Dalam hal ini, Yosua bin Nun yang mengeluarkan pernyataan ini belum mengetahui ilmu falak.8

3. Mengetahui situasi penyerta penulisan riwayat dalam kitab. Yakni: mengetahui kehidupan, kebiasaan dan karakter penulis, tujuan, momen, waktu dan bahasa penulisan, kemudian nasib kitab itu selanjutnya, juga mengetahui proses pengumpulan, trasmisi dan penyalinan, dan terakhir mengetahui perbedaan antarnaskah dan proses pemasukannya ke dalam kitab kanonik.9 Ini semua dimaksudkan untuk memungkinkan pembedaan antara ayat-ayat hukum dengan etika, menghindari dicampuradukkannya ajaran-ajaran temporal dengan firman tuhan yang abadi, dan akhirnya bisa diketahui nilai kitab suci dan kemungkinannya untuk bisa dipercaya karena barangkali saja ada tangan-tangan jahil yang mengubahnya secara sengaja atau tangan-tangan saleh yang membenarkan kesalahan dengan niat baik.

Tetapi, langkah ini menghadapi banyak kendala. Kita tidak mengetahui situasi khusus yang menyertai semua kitab suci. Selain itu, juga tidak mengenal para penyusun atau penulisnya, tidak mengetahui dalam kesempatan apa dan kapan ditulis, tidak mengetahui siapa penuturnya, tangan­tangan siapa saja yang pernah memegangnya, jumlah naskah, perbedaan-perbedaan yang ada antara naskah itu dan sumber-sumbernya, terutama jika suatu teks menuturkan masalah-masalah tak jelas dan tak bisa dipahami atau dipercaya tanpa mengetahui tujuan penulisnya. Sebaliknya, jika semua ini bisa kita ketahui, kita bisa terbebas dari penilaian-penilaian terdahulu kemudian memahami suatu teks sesuai dengan maksud penulis dan tidak tergesa-gesa menilainya sebagai mitologis, politis atau agamais.
Sampai di sini timbul pertanyaan, mampukah metode Spinoza ini untuk menjelaskan seluruh kandungan kitab Perjanjian Lama? Jawabannya adalah tidak. Banyak masalah dalam Perjanjian Lama yang tidak bisa dijelaskan dengan metode ini. Namun menurut Spinoza, yang tidak bisa dijelaskan itu tidak terlalu penting. Bagian-bagian yang bisa dijelaskan, khususnya masalah ajaran etika sudah cukup untuk dijadikan tuntunan.
Selesai membahas metode penafsiran ini, Spinoza mulai beranjak ke analisa kritisnya terhadap Taurat dan kitab-kitab lain dari Perjanjian Lama. Pertama-tama, dia mengkaji dengan sangat teliti situasi umum dan khusus yang menyertai proses penyimpanan, penuturan dan transmisi kitab-kitab. Adapun pertanyaan-pertanyaan terpenting yang dia ajukan dalam hal ini bisa dihimpun dalam poin-poin berikut:
Apakah penyandangan Taurat (Pentateukh; lima kitab) kepada Musa itu benar? Atau dengan kata lain: apakah Musa benar-benar menulis lima kitab yang disandangkan kepada dirinya itu? Autentikkah kandungan Perjanjian Lama? Ditulis oleh satu atau banyak orangkah kitab-kitab itu? Apa sajakah dasar-dasar untuk memahami kitab suci? Apa pula kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pengkaji nya?
Tentang kritiknya terhadap Taurat (Pentateukh) bisa dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, penjelasan teka-teki imam Ibnu Ezra dan kedua, catatan-catatan pribadinya.
Pertama: Penjelasan teka-teki Ibnu Ezra
Dalam tafsirannya atas kitab Ulangan, terdapat beberapa kata yang sengaja dia sebutkan dengan sangat samar, sehingga lebih mendekati teka-teki atau kata sandi daripada gaya kajian ilmiah.
Oleh Spinoza, kata-kata itu disebutkan kembali dalam buku ini, dengan mengatakan:
"Inilah kata-kata Ibnu Ezra, "Di seberang sungai. Yordan.., kalau saja kamu mengetahui rahasia dua belas...Hukum Taurat dituliskan oien Musa....waktu iru orang Kanaan diam di neqeri itu... Di atas gunung TUHAN, akan disediakan... ranjangnya adalah ranjang dari besi, saat itu kamu akan mengetahui kebenaran. "
Kemudian komentarnya:
"Dengan kata-kata yang sedikit ini dia menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa Musa bukanlah penulis kitab yang lima, sebaliknya penulisnya adalah orang lain yang hidup jauh setelahnya, sedangkan Nabi Musa sendiri telah menulis kitab lain yang betul-betul berbeda."
Inilah tiga kesimpulan yang dia ambil dari perkataan Ibnu Ezra yang telah lalu. Kesimpulan ini telah merangkum pendapat Ibnu Ezra tentang kitab-kitab ini sekaligus merangkum pendapatnya sendiri tentang kitab-kitab itu juga. Selengkapnya, tiga kesimpulan itu adalah:

  1. Musa tidak pernah menulis kitab-kitab yang oleh orang Yahudi dan Nasrani disandangkan kepada dirinya.

  2. Penulis asli kitab-kitab ini adalah seseorang yang hidup jauh setelah Musa.

  3. Musa menulis kitab lain yang berbeda dengan lima kitab yang sekarang beredar ini.
Adapun penjelasan Spinoza terhadap teka-teki itu adalah:

  1. Musa tidak pernah menulis mukadimah kitab U langan karena tidak pernah menyeberangi sungai Yordan.

  2. Kitab Musa tertulis pada dinding mezbah yang tersusun dari dua belas buah batu saja. Yakni kitab itu jauh lebih kecil daripada yang ada pada kita saat ini.

  3. Dalam kitab Ulangan disebutkan, "hukum Taurat dituliskan oleh Musa" yang tidak mungkin ditulis oleh Musa.

  4. Dalam kitab Kejadian, si penulis memberikan komentar dengan mengatakan, "waktu itu oranq Kanaan diam di negeri itu... ". Komentar ini menunjukkan bahwa kondisi pada waktu kitab itu ditulis sudah berubah. Yakni setelah Musa meninggal dan orang Kanaan diusir. Dengan demikian penulis kitab itu bukan Musa.

  5. Dalam kitab Kejadian gunung Moria dinamakan gunung Tuhan, padahal nama ini baru digunakan setelah pendirian kuil.

  6. Dalam kitab Ulangan terdapat kisah Og, raja Basan dengan gaya penuturan peristiwa yang terjadi pada masa yang sangat lampau.
Kedua: catatan-catatan pribadi Spinoza:

  1. Kitab-kitab itu ditulis dengan menggunakan kata ganti orang ketiga

  2. Terdapat kisah kematian dan pemakaman Musa, berkabung selama tiga puluh hari dan membandingkannya dengan nabi-nabi yang datang setelahnya.

  3. Penamaan beberapa tempat dengan nama-nama yang berbeda dengan nama-nama yang digunakan pada masa M usa.

  4. Peristiwa yang terjadi kisah itu terus berlanjut hingga zaman setelah Musa.
Selain itu, Musa juga pernah membacakan Kitab Perjanjian di depan rakyat. Kitab ini telah diwahyukan oleh Allah dalam pertemuan yang sangat singkat. Suatu hal yang menunjukkan bahwa kitab yang ditulis Musa jauh lebih kecil daripada kitab yang ada pada kita saat ini. Kitab pertama ini kemudian dia terangkan. Selanjutnya, keterangan ini pun dia catat dalam Taurat Allah. Di kemudian hari, Yosua menambahkan penjelasan lain dan mencatatnya di dalam Taurat Allah ini juga.
Yosua juga tidak pernah menulis kitab yang memakai namanya. Sebaliknya, kitab ini ditulis oleh orang lain yang ingin menulis riwayat hidupnya dan ingin memperlihatkan kelebihan dan kemasyhurannya. Peristiwa yang dituturkan di dalamnya pun berlanjut hingga berabad-abad setelah kematiannya. Sebagian dari kitab ini juga ada yang tersebut dalam kitab Hakim-Hakim. Suatu hal yang menunjukkan bahwa dulu ada riwayat-riwayat yang yang dihimpun dalam Perjanjian Lama sebagai sejarah atau dokumen nasional Bani Israel.
Selanjutnya tidak akan ada orang normal yang mengatakan bahwa para hakim sendirilah yang menulis kitab mereka. Mukadimah fasal dua puluh satu menunjukkan bahwa kitab ini ditulis oleh satu orang saja. Penulis ini menyatakan bahwa pada masanya tidak ada raja
Bani Israel. Hal ini berarti kitab ini ditulis sebelum masa raja-raja.
Samuel juga tidak pernah menulis kitabnya. Peristiwa yang dituturkan di dalamnya terus berlanjut hingga berabad-abad setelah kematianya.
Raja-raja juga tidak menulis sendiri kitab mereka. Sebaliknya, berdasarkan kesaksian kitab itu sendiri, telah dinukil dari Kitab Kebijaksanaan Salomo, Sejarah Raja­raja Yehuda dan Sejarah Raja-raja Israel.
Setelah membuktikan bahwa semua kitab ini tidak ditulis oleh orang-orang yang selama ini diyakini sebagai penulisnya, Spinoza membuktikan bahwa kitab-kitab itu ditulis oleh satu orang saja. Orang ini ingin menceritakan sejarah bangsa Ibrani sejak mula pertama hingga penghancuran kota Yerusalem untuk yang pertama kalinya. Hal ini terlihat jelas dari keberangkaian penuturan, pertalian satu sama lain dan adanya tujuan tertentu. Spinoza menyangka bahwa satu orang yang menulis itu adalah Ezra karena semua peristiwa yang dituturkan di dalam kitab-kitab itu berakhir sebelumnya. Sementara itu, menurut kesaksian Alkitab, Ezra telah memeras semua tenaganya untuk mengkaji Taurat dan menyiarkannya. Sedang dalam kitab yang memakai namanya, Ezra juga memberikan kesaksian bahwa dia telah mengabdikan dirl untuk memurnikan Taurat dan menyampaikannya.
Tetapi, apakah Ezra ini adalah orang yang membuat rumusan terakhir dari kitab-kitab itu? Bukan. Yang membuat rumusan terakhir itu bukanlah Ezra. Pekerjaannya hanya sebatas pengumpulan riwayat dari buku-buku lain, penulisan dan transmisi tanpa diurutkan atau diperiksa kembali.
Selanjutnya, jika kita memeriksa satu per satu kitab­kitab Perjanjian Lama yang lain, kita akan mendapatkan bahwa kitab Tawarikh ditulis lama setelah Ezra meninggal, bahkan bisa jadi setelah renovasi kuil. Kita tidak tahu penulisnya, otoritasnya, manfaatnya dan kandungannya. Bahkan kita heran, mengapa kitab seperti ini dimasukkan ke dalam kitab suci, sementara kitab Kebijaksanaan Salomo, kitab Tobit dan beberapa kitab lain tidak dimasukkan.
Kitab Mazmur disusun dan dibagi menjadi lima setelah pembangunan kuil (kuil Salomo).
Amsal juga dibukukan dalam waktu yang sama. Oleh sebagian robi, kitab ini ingin dikeluarkan dari daftar kitab suci bersama dengan kitab Pengkhotbah. Sebagai gantinya akan dimasukkan kitab-kitab lain yang sama sekali tidak kita kenal.
Adapun kitab nabi-nabi telah dinukil dari buku lain. Menggunakan urutan waktu yang berbeda dengan urutan waktu kemunculan mereka atau urutan keluarnya sabda dan tulisan-tulisan mereka. Di samping itu juga tidak memuat seluruh nabi dan tidak memuat semua nubuat nabi yang disebutkan itu.
Nubuat Yesaya terus berlanjut hingga kitab Yeyasa selesai. Jadi kitab ini kurang.
Kitab Yeremia adalah kumpulan tulisan yang diambil dari berbagai sumber. Maka dari itu tampak semrawut dan tidak memperhatikan urutan waktu. Beberapa fasal bahkan ada yang diambil dari kitab Barukh. Hal ini berarti tidal< adanya pemisah yang tegas antara kitab-kitab para nabi. Juga menunjukkan adanya beberapa sumber lain yang diletakkan di kitab ini atau itu. Selanjutnya juga diketahui mengapa ada pengulangan pembahasan dalam berbagai kitab.
Adapun Kitab Barukh konan Yeremia sendiri yang mendiktekan kepadanya. Kitab ini juga hanya menyebutkan sebagian nubuat Barukh saja.
Fasal-fasal terakhir dari kitab Yehezkial menunjukkan bahwa kitab ini sekadar cuplikan-cuplikan sebagaimana terlihat dari banyak kata penghubung pada bagian-bagian yang kurang. Bahkan pembukaan kitab ini menunjukkan lanjutan nubuat dan bukan permulaannya. Dalam sejarahnya, Yusuf juga pernah menyebutkan beberapa kejadian tentang Yehezkial yang tidak disebutkan sama sekali dalam kitab ini. Kemudian karena pertentangannya dengan Pentateukh, sebagian robi cenderung menolaknya dan mengeluarkannya dari kitab kanonik.
Kitab Hosea ditulis lama setelah kematian Hosea sendiri. Selain itu juga hanya menyebutkan sebagian kecil dari nubuatnya. Padahal nabi ini hidup selama delapan puluh empat tahun.
Sedang kitab Yunan (Yunus) hanya menyebutkan nubuatnya untuk orang Niniveh saja. Padahal dia juga bernubuat untuk orang Israel.
Kitab Ayub ada yang menyangka banwa Musa sendirilah yang menulisnya dan semua kisah yang ada di dalamnya sekadar permisalan. Yang berpendapat seperti ini adalah Musa bin Maimun dan beberapa orang robi. Tetapi ada juga yang berbendapat bahwa kisah Ayub ini adalah kisah nyata. Terlepas dari itu semua, Ibnu Ezra berpendapat bahwa kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa lbrani dari bahasa lain. Namun demikian, dia tidak menjelaskan lebih jauh lagi tentang masalah ini.
Nabi Daniel menulis kitabnya mulai fasal delapan. Sedang tujuh fasal pertama tidak diketahui siapa penulisnya. Ada kemungkinan ditulis dalam bahasa Kaldea. Di sini, Spinoza menyatakan bahwa ditulisnya tujuh fasal ini dalam bahasa selain Ibrani tidak mengurangi derajat kesuciannya.
Kitab Ezra disebutkan langsung setelah kitab Daniel sebagai episode lanjutannya. Menceritakan sejarah orang Ibrani sejak masa tawanan pertama. Ada indikasi bahwa kitab ini ditulis oleh orang yang sama dengan peulis kitab Daniel.
Kitab Ester bertalian dengan kitab Ezra. Cara mempertalikan antarkeduanya menunjukkan hal itu. Kitab ini juga bukan kitab yang ditulis oleh Mordekhai. Menurut Ibnu Ezra kitab yang terakhir ini telah hilang. Sebaliknya kitab ini ditulis oleh penulis yang sama dengan kitab Daniel, Ezra dan Nehemia yang dinamakan juga dengan kitab Ezra II. Jadi empat kitab ini ditulis oleh satu orang saja. Penulis ini mengambil data-datanya dari catatan para robi, hakim dan wali-wali negeri yang menyimpan riwayat hidup mereka seperti yang dilakukan oleh para raja. Catatan-catatan ini tersebut dalam dalam kitab Raja-Raja juga dalam kitab Nehemia dan kitab I Makabe. Besar kemungkinan, kitab ini adalah karangan kelompok Saduki. Dan inilah sebabnya kenapa orang Farisi menolaknya. Terlepas dari itu semua, kitab ini berisi mitologi-mitologi, yang dikarang secara sengaja. Bisa jadi tujuan kitab-kitab ini adalah untuk membuktikan terwujudnya nubuat Daniel. Tetapi, kitab-kitab ini penuh dengan kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh tergesa-gesanya juru tulis. Pada catatan-catatan pinggirnya terdapat banyak dari kesalahan kesalahan ini. Naskah-naskah ini juga diambil dari sumber sumber yang salah atau tidak bisa dipercaya, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Salomo. Dengan demikian semua usaha untuk memadukan antar kitab-kitab itu akan menunjukkan lebih banyak kesalahan lagi.
Terakhir, pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Lama tidak dilakukan sebelum masa orang Makabe. Kitab-kitab itu diseleksi dalam kuil kedua. Imam-imam kuil ini juga menyusun bacaan-bacaan dalam salat. Orang Farisi sendiri pernah menyinggung perkumpulan mereka untuk membahas keputusan pengkanonan sesuai dengan doktrin mereka.

Tuban, 20 September

Salim Rusydi Cahyono
  



Catatan :
 
5). Septuaginta (Tujuh puluhan) adalah naskah Taurat berbahasa Yunani. Menurut mitologi yang ada dalam surat Pseudo-Aristee, asal usul nama ini adalah karena Ptolemius meminta kepada orang Yahudi untuk menerjemahkan Taurat Musa ke dalam bahasa Yunani. Permintaan itu pun dipenuhi. Sebanyak tujuh puluh dua orang Yahudi menerjemahkan kitab Taurat selama tujuh puluh dua hari. Philon menambahkan bahwa setiap penerjernah mengerjakan satu terjemahan dan tidak berhuhungan sama lain selama proses penerjemahan itu. Meski begitu, hasil terjemahan mereka hampir sama.
6). Masorti adalah ulama Yahudi yang menetapkan bacaan terakhir dari naskah-naskah Taurat. Mereka juga yang membukukan pengucapan kata dan bacaan-bacaan yang sampai ke mereka secara lisan. Ada banyak cara untuk menentukan bacaan itu: dua di Babel dan dua lagi di Palestina.
Pada akhir abad ketujuh atau awal abad kedelapan belas sekolahan-sekolahan Teberau menciptakan cara baru untuk menampakkan semua suara yang diucapkan. Di Stutgart tahun 1937 M., kittel telah mencetak naskah Ibrani berdasarkan bacaan Masorti pada masa itu. Keluarga Ben Asher mempunyai peran penting dalam mengedit naskah dengan menggunakan sarana-sarana berikut:

  1. Titik huruf `illah sebagai ganti dari huruf 'illah itu sendiri yang diletakkan di atas huruf mati. Usaha ini dimulai sejak abad ketujuh.

  2. Sandangan (diakritik) untuk membedakan kata-kata yang ditulis dengan cara yang sama tetapi maknanya berbeda. Misalnya dalam bahasa Latin Maria berarti samudera sedang Mária berarti Maria (Siti Maryam)

  3. Tanda bacaan (Tajwid) yang menunjukkan kepada penggandaan beberapa huruf mati atau beberapa perubahan dalam bacaan (seperti Qéré yang berarti yang harus dibaca).
Naskah Masorti tidak berbeda dengan naskah kuno yang diterjemahkan uleh Santo Jerome. Usaha penyeragaman naskah telah dimulai setelah penghancuran kuil pada tahun 71 M. Dalam hal manuskrip-manuskrip Laut Mati banyak memberikan informaci sangat berharga.


Kata Pengantar : Spinoza

0

Puji Syukur hanya kepada Allah swt. Tuhan semesta alam yang selalu melimpahkan rahmat dan petunjukNya. Shalawat dan salam semoga dlimpahkan  kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.

Dalam membuktikan adanya Tuhan, akal manusia hanya mampu menyimpulkan bahwa Tuhan itu ada. Adapun hal-hal yang menyangkut seperti apa sebenarnya Tuhan itu, apa pula sifat-sifatNya, bagaimana kita harus memperlakukanNya dan lain sebagainya akal itu hanya mampu berspekulasi. Inilah sebabnya kenapa mesti terjadi perselisihan antar para filosof ketika merumuskan konsep mereka tentang Tuhan. Semua hal ini hanya bisa diketahui dari pemberitahuan dari Tuhan itu sendiri. Untuk itu, jika kita sudah mengakui adanya Tuhan hendaknya kita berhenti mereka-reka seperti apa gerangan bentuk Tuhan itu. Sebaliknya, yang harus kita lakukan adalah mencari pemberitahuan dari Tuhan lewat wahyu yang terangkum dalam kitab suci. Jika sudah menemukannya, kita harus mengujinya apakah kitab suci itu benar-benar pemberitahuan dari Tuhan. Di sini akal manusia bisa difungsikan lagi. Selanjutnya, jika kita melihat ke alam sekitar kita akan mendapatkan beberapa buah kitab yang diakui sebagai berita dari Tuhan, seperti Taurat (dan seluruh kitab Perjanjian Lama), Injil (beserta seluruh kitab Perjanjian Baru) dan al-Quran. Kitab-kitab inilah yang harus kita buktikan apakah benar-benar berasal dari Tuhan?. Jika sudah ditemukan kitab mana yang benar­ benar merupakan berita dari Tuhan, kita harus pegang. Tugas akal kita selanjutnya adalah memahami kandungannya dan mencari cara untuk mengaplikasikannya di alam nyata. Sebaliknya, yang harus kita lakukan adalah mencari pemberitahuan dari Tuhan lewat wahyu yang terangkum dalam kitab suci. Jika sudah menemukannya, kita harus mengujinya apakah kitab suci itu benar-benar pemberitahuan dari Tuhan. Di sini akal manusia bisa difungsikan lagi. Selanjutnya, jika kita melihat ke alam sekitar kita akan mendapatkan beberapa buah kitab yang diakui sebagai berita dari Tuhan, seperti Taurat (dan seluruh kitab Perjanjian Lama), Injil (beserta seluruh kitab Perjanjian Baru) dan al-Quran. Kitab-kitab inilah yang harus kita buktikan apakah benar-benar berasal dari Tuhan?. Jika sudah ditemukan kitab mana yang benar­benar merupakan berita dari Tuhan, kita harus pegang. Tugas akal kita selanjutnya adalah memahami kandungannya dan mencari cara untuk mengaplikasikannya di alam nyata.
Buku yang ada di hadapan kita ini adalah salah satu contoh dari ujian yang diberikan kepada salah satu kitab kumpulan berita dari Tuhan itu, yaitu perjanjian lama. Oleh karena itu saya menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Apalagi yang melakukannya adalah pemeluknya sendiri, bahkan sarjananya -meskipun tidak berhasil menemukan kebenaran- dan yang dia uji itu adalah naskah dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Ibrani. Namun demikian, nilai buku ini tidak hanya terletak pada penulisnya yang sarjana Yahudi, tetapi yang lebih penting lagi adalah bahwa kritik­kritik yang ada di dalamnya sangat logis, ilmiah dan argumen-argumennya cukup kuat. Jadi tanpa mengenal siapa penulisnya pun kita bisa menilai bahwa buku ini memang berbobot. Inilah barangkali yang mendorong seorang Prof. Dr. Hassan Hanafi, seorang tokoh sekuler ekstrim dari Mesir untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab, meskipun tampak jelas dari kata-kata yang dia ucapkan dalam persembahan, kata pengantar dan catatan kaki bahwa dia berharap agar kritik semacam itu juga diterapkan kepada AI-Qur'an, kitab suci kaum Muslimin. Saya pribadi tidak akan khawatir jika ada yang mengkritisi al-Qur'an, sebab jika ia melakukannya dengan jujur dan bertanggung jawab, bukanlah kesalahan yang didapatkan melainkan sebuah informasi akurat, nasehat yang mulia, inspirasi yang tinggi, gaya bahasa yang amat Indah, serta segala macam kemuliaan yang menjadi hak dari kalam Ilahi yang tak terbantahkan. AI-Qur'an sendiri telah menantang manusia, bahkan kalau perlu dibantu makhluq-makhluq lain untuk membuat tandingannya.
Atas alasan itu semua, saya menganggap buku ini perlu dibaca, baik oleh masyarakat umum maupun masyarakat akademis. Terakhir, semoga kita selalu mendapatkan limpahan karunia dari Allah swt. Amin

Hj. Irena Handono




 

AllKitab Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha